Penjualan kena kenaikan ppn 11%
Penjualan kena kenaikan ppn 11%. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) telah resmi naik dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022. Hal ini sesuai dengan amanat pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021, tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). -Kemenku
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa tarif PPN secara global adalah 15%, sehingga Indonesia masih memiliki ruang untuk meningkatkannya.
Dalam informasi yang diberikan Kementerian Keuangan, disebutkan bahwa kenaikan PPN menjadi 11% adalah untuk memperkuat ekonomi Indonesia dalam jangka panjang, serta meningkatkan pembiayaan APBN, khususnya Pemulihan Ekonomi Nasional dalam menanggulangi dampak Covid-19.
Pengertian dan Dampak dari Kenaikan PPN
PPN adalah jenis pemungutan pajak terhadap setiap transaksi jual beli produk maupun jasa di dalam negeri kepada wajib pajak, baik perorangan, badan usaha maupun pemerintah.
PPN ini dibebankan kepada konsumen sebagai orang yang membeli barang atau menggunakan jasa yang termasuk dalam Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).
Namun, meskipun dibebankan kepada konsumen, pihak yang bertanggung jawab melakukan penyetoran pajak adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menjual barang, sehingga PPN termasuk dalam jenis pajak tidak langsung.
PPN memiliki sifat Multi Stage Levy, dimana PPN akan dikenakan pada setiap tahap produksi dan distribusi. Sehingga mulai dari pabrik, distributor, grosir, hingga ritel akan terkena PPN. Meski begitu, pajak ini tidak akan menimbulkan efek pemungutan pajak ganda karena mekanismenya yang menganut pengkreditan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan.
Barang dan Jasa Bebas dan Tidak Kena PPN 11%
Sejumlah barang dan jasa tertentu, tetap diberikan fasilitas bebas PPN dan tetap tidak dikenakan PPN.
Barang yang dinyatakan mendapat fasilitas bebas PPN antara lain adalah:
1. Barang kebutuhan pokok;
2. Jasa kesehatan;
3. Jasa pendidikan;
4. Jasa sosial;
5. Jasa sosial;
6. Jasa asuransi;
7. Jasa keuangan;
8. Jasa angkutan umum;
9. Jasa tenaga kerja
10. Vaksin;
11. Buku pelajaran dan kitab suci;
12. Air bersih termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap;
13. Listrik;
14. Rusun sederhana, rusunami, RS, RSS;
15. Jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional;
16. Mesin;
17. Hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih;
18. Pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan;
19. Jangat dan kulit mentah;
20. Bahan baku kerajinan perak;
21. Minyak bumi, gas bumi, panas bumi;
22. Emas batangan dan emas granula;
23. Senjata/alutsista, dan alat foto udara.
Sedangkan barang dan jasa tertentu yang tetap tidak dikenakan PPN, antara lain adalah:
1. Barang yang merupakan Objek Pajak Daerah;
2. Jasa yang merupakan Objek Pajak Daerah;
3. Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, surat berharga;
4. Jasa keagamaan dan jasa yang disediakan oleh pemerintah
Dampak Kenaikan PPN Menjadi 11%
Kenaikan PPN pada dasarnya dapat berdampak pada naiknya biaya produksi pengusaha dan penurunan daya beli masyarakat serta penurunan konsumsi. Namun kenaikan PPN 1% sebenarnya tergolong kecil dan tidak terlalu berpengaruh besar pada harga.
Langkah Pemerintah ini pun telah mendapat dukungan dari organisasi pengusaha Indonesia yaitu KADIN (Kamar Dagang Indonesia), asalkan Pemerintah memiliki strategi untuk menjaga daya beli masyarakat.
Sedangkan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengkhawatirkan kebijakan ini karena dapat membuat masyarakat menahan belanja.
Yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa kenaikan PPN ini mulai diberlakukan dalam waktu yang hampir beriringan dengan kenaikan harga BBM dan juga kelangkaan minyak goreng yang merupakan komoditas penting baik bagi masyarakat maupun pengusaha.
Kenaikan dan kelangkaan kedua komoditas ini perlu mendapat perhatian Pemerintah agar harga barang dan daya beli masyarakat tetap dapat terkendali.